soewarsomandalaputra

Kamis, 17 Maret 2016

Ujian idup

Sesuatu yang tidak akan dipungkiri siapa pun adalah
kehidupan ini tidak hanya dalam satu keadaan. Ada
senang, ada duka. Ada canda, begitu juga tawa. Ada
sehat, namun juga adakalanya sakit. Dan semua ini
adalah sunnatullah yang mesti dihadapi orang
manapun.

Di antara hal yang paling menarik dalam hal ini
adalah di mana seorang manusia menghadapi ujian
berupa sakit. Tentu keadaan sakit ini lebih sedikit
dan sebentar dibanding keadaan sehat. Yang perlu
diketahui oleh setiap muslim adalah tidaklah Allah
menetapkan (mentaqdirkan) suatu taqdir melainkan
di balik taqdir itu terdapat hikmah, baik diketahui
ataupun tidak. Dengan demikian, hati seorang
muslim harus senantiasa ridho dan pasrah kepada
ketetapan Rabb-nya.
Saat seseorang mengalami sakit, hendaknya ia
menyadari bahwa Rasulullah ﷺ yang merupakan
manusia termulia sepanjang sejarah juga pernah
mengalaminya.
Bahkan dengan adanya sakit, banyak orang
menyadari kekeliruannya selama ini sehingga sakit itu
mengantarkannya menuju pintu taubat. Justru ketika
sakit itu tidak ada, malah membuat banyak orang
sombong dan congkak. Lihatlah Fir’aun yang tidak
pernah Allah timpa ujian sakit sepanjang hidupnya,
membuatnya sombong terlampau batas sampai-
sampai berani menyatakan,

“ Akulah tuhan tertinggi
kalian! ” (QS. An Nazi’at: 24)
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman (yang artinya), “Dan
sesungguhnya Kami telah mengutus (para rasul)
kepada umat-umat sebelum kamu, kemudian Kami
siksa mereka dengan kesengsaraan dan kemelaratan
agar mereka memohon (kepada Allah) dengan tunduk
merendahkan diri .” (QS. Al An’am: 42)

Tidak heran jika ada sebagian orang saat tertimpa
musibah malah justru bergembira sebagaimana
bergembira ketika mendapat kelapangan. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “…dan
sesungguhnya salah seorang mereka benar-benar
merasa gembira karena mendapat cobaan,
sebagaimana salah seorang mereka merasa senang
karena memperoleh kelapangan .” (HR Ibnu Majah dan
Al Hakim, beliau berkata,

“Shahih menurut syarat
Muslim.” Disepakati oleh Adz Dzahabi)
Hiburan untuk Orang yang Tertimpa Musibah
Agar sakit itu berbuah kebahagiaan, bukan keluh
kesah, hendaknya seorang muslim mengetahui janji-
janji yang Allah berikan, baik dalam Al Quran maupun
melalui lisan Rasul-Nya, Muhammad ﷺ .
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “ Katakanlah
(Muhammad), ‘Tidak akan menimpa kami kecuali apa
yang telah Allah tetapkan untuk kami. Dialah
pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang
beriman harus bertawakal .’” (QS. At Taubah: 51).
Juga firman-Nya, “ Tiada suatu bencana pun yang
menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri
melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh)
sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang
demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan
yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita
terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu
jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-
Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap
orang yang sombong lagi membanggakan diri .” (QS Al
Hadid: 22-23)
Rasulullah ﷺ bersabda,

“Tidaklah seorang muslim
yang tertimpa gangguan berupa penyakit atau
semacamnya, kecuali Allah akan menggugurkan
bersama dengannya dosa-dosanya, sebagaimana
pohon yang menggugurkan dedaunannya .” (HR.
Bukhari dan Muslim)
“Bencana senantiasa menimpa seorang mukmin dan
mukminah pada dirinya, anaknya, dan hartanya
sampai ia berjumpa dengan Allah dalam keadaan
tidak ada kesalahan pada dirinya .” (HR. At Tirmidzi,
dan beliau berkomentar, “Hasan shahih.”, Imam
Ahmad, dan lainnya)
“Sesungguhnya besarnya pahala itu berbanding lurus
dengan besarnya ujian. Dan sesungguhnya jika Allah
mencintai suatu kaum, Dia akan menguji mereka.
Siapa yang ridha, baginya ridha(Nya), namun siapa
yang murka, maka baginya kemurkaan(Nya). ” (HR.
Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Masih banyak lagi janji-janji menggiurkan lainnya
yang tersebar di dalam Al Quran dan As Sunnah.

Dua Jenis Penyakit
Menurut anggapan mayoritas orang, yang dianggap
penyakit hanyalah penyakit yang menimpa badan
secara nyata seperti demam, batuk, flu, dan
seterusnya. Namun tahukah Anda, bahwa ada
penyakit lain yang seharusnya lebih mendapatkan
perhatian dan penanganan? Itulah penyakit hati.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin
rahimahullah mengatakan dalam sebuah
pertemuannya dengan para dokter, “Wahai saudara-
saudaraku, penyakit itu ada dua, yaitu penyakit hati,
inilah penyakit maknawi (abstrak), dan yang kedua
adalah penyakit jisim, inilah penyakit hissi (kongkrit).
Jenis pertama harus lebih utama diperhatikan dan
ditangani karena ia mengakibatkan kebinasaan
abadi.” (Irsyadat lith Thabibil Muslim 05: 34 – 06:
04)
Al ‘Allamah ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di
rahimahullah ketika menafsirkan firman Allah, “ ﻓِﻲ
ﻗُﻠُﻮﺑِﻬِﻢْ ﻣَﺮَﺽٌ (di dalam hati mereka terdapat penyakit)”,
berkata, “Yang dimaksud dengan penyakit di sini
adalah penyakit keraguan, syubhat, dan kemunafikan.
Karena hati akan menghadapi dua penyakit yang
akan mengeluarkannya dari kesehatan dan
keseimbangannya, yaitu penyakit syubhat yang bathil
dan penyakit syahwat yang membinasakan.
Kekufuran, kemunafikan, keraguan, dan kebid’ahan
semuanya termasuk penyakit syubhat. Sedangkan
zina, menyukai kekejian dan kemaksiatan serta
melakukannya termasuk penyakit syahwat,
sebagaimana firman Allah, ‘…sehingga bangkit nafsu
orang yang ada penyakit dalam hatinya .” (QS Al
Ahzab: 32) yaitu syahwat zina. Dan orang yang sehat
adalah orang yang terselamatkan dari kedua penyakit
ini. Maka jadilah ia memperoleh keyakinan,
keimanan, dan kesabaran dari segala
maksiat.” (Taisirul Karimirrahman)
Maka penyakit hati itu pangkalnya ada dua, yaitu
syubhat dan syahwat. Dari kedua hal inilah bercabang
semua penyakit, dan amat sedikit orang yang
mengetahuinya kecuali yang dirahmati Robb-nya.
Ibnu ‘Utsaimin berkata, “…penyakit-penyakit (yang
menyerang) agama yang porosnya adalah syubhat
dan syahwat.”

Setiap Penyakit Pasti Ada Obatnya
Hal lain yang seyogyanya diketahui oleh seorang
muslim adalah tidaklah Allah menciptakan suatu
penyakit kecuali Dia juga menciptakan penawarnya.
Hal ini sebagaimana yang disabdakan Rasulullah ﷺ :
ﻣَﺎ ﺃَﻧْﺰَﻝَ ﺍﻟﻠﻪُ ﺩَﺍﺀً ﺇِﻟَّﺎ ﺃَﻧْﺰَﻝَ ﻟَﻪُ ﺷِﻔَﺎﺀً
“Tidaklah Allah menurunkan penyakit kecuali Dia juga
menurunkan penawarnya.” (HR Bukhari).
Imam Muslim ‘merekam’ sebuah hadits dari Jabir bin
‘Abdullah radhiyallahu ‘anhu , dari Rasulullah ﷺ ,
bahwasannya beliau bersabda,
ﻟِﻜُﻞِّ ﺩَﺍﺀٍ ﺩَﻭَﺍﺀُ، ﻓَﺈِﺫَﺍ ﺃُﺻِﻴْﺐَ ﺩَﻭَﺍﺀُ ﺍﻟﺪَّﺍﺀِ ﺑَﺮَﺃَ ﺑِﺈِﺫْﻥِ ﺍﻟﻠﻪِ ﻋَﺰَّ ﻭَ ﺟَﻞَّ
“Setiap penyakit ada obatnya. Apabila obat itu tepat
untuk suatu penyakit, penyakit itu akan sembuh
dengan seizin Allah ‘Azza wa Jalla.”
Kesembuhan Itu Hanya Datang dari Allah
Allah berfirman menceritakan kekasih-Nya, Ibrahim
‘alaihissalam,
ﻭَ ﺇِﺫَﺍ ﻣَﺮِﺿْﺖُ ﻓَﻬُﻮَ ﻳَﺸْﻔِﻴْﻦِ
“ Dan apabila aku sakit, Dialah yang
menyembuhkanku.” [QS Asy Syu’ara: 80]
Di surat Al An’am (ayat: 17), “ Dan jika Allah
menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka
tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia
sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan
kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas tiap-tiap
sesuatu .”
Maka obat dan dokter hanyalah cara kesembuhan,
sedangkan kesembuhan hanya datang dari Allah.
Karena Dia sendiri menyatakan demikian, “Dialah
yang menciptakan segala sesuatu.” Semujarab
apapun obat dan sesepesialis dokter itu, namun jika
Allah tidak menghendaki kesembuhan, kesembuhan
itu juga tidak akan didapat. Bahkan jika meyakini
bahwa kesembuhan itu datang dari selain-Nya, berarti
ia telah rela keluar dari agama dan neraka sebagai
tempat tinggalnya kelak jika tidak juga bertaubat.
Dan fenomena ini kerap dijumpai di banyak kalangan,
entah sadar atau tidak. Seperti ucapan sebagian
orang, “Tolong sembuhkan saya, Dok .” Meski
kalimat ini amat pendek, namun akibatnya sangat
fatal, yaitu dapat mengeluarkan pengucapnya dari
Islam. Sepantasnya setiap muslim berhati-hati dalam
setiap gerak-geriknya agar ia tidak menyesal kelak.

Berobat dengan Wahyu
Banyak orang ketika tertimpa sakit lari kesana-kemari
mencari kesembuhan. Setiap orang akan mencari
dokter sepesialis terhebat di negerinya bahkan di
seluruh dunia sekalipun demi mendapatkan
kesembuhan. Berapa pun biayanya akan dibayarnya
meski harus berhutang. Celakanya ada sebagaian
orang yang masih percaya kepada dukun si penipu
yang malah menjerumuskannya ke dalam lobang
kesyirikan yang mengeluarkan dari agama. Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan dari
Rasulullah ﷺ , beliau bersabda:
ﻣَﻦْ ﺃَﺗَﺎ ﻋَﺮَّﺍﻓًﺎ ﺃَﻭْ ﻛَﺎﻫِﻨًﺎ ﻓَﺼَﺪَّﻗَﻪُ ﺑِﻤَﺎ ﻳَﻘُﻮْﻝُ، ﻓَﻘَﺪْ ﻛَﻔَﺮَ ﺑِﻤَﺎ ﺃُﻧْﺰِﻝَ ﻋَﻠَﻰ
ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ
“Barangsiapa yang mendatangi dukun atau tukang
ramal, lantas ia membenarkan perkataannya, maka ia
telah kufur terhadap apa yang diturunkan pada
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam ” (HR.
Ahmad dalam Al Musnad, Al Hakim dalam Al
Mustadrak –dan ia menilainya shahih dengan syarat
Al Bukhari & Muslim-, dan Al Baihaqi)
Tentu usaha untuk mendapatkan kesembuhan itu,
selama usaha-usaha itu ‘sehat’, sangat diperlukan,
karena ini merupakan bagian dari tawakal. Syaikh
Shafiyyurrahma bin ‘Abdullah Al Mubarakfuri
rahimahullah berkata ketika menjelaskan hadits:
“Setiap penyakit ada obatnya… ” dsb., “Di dalamnya
(hadits di atas) terdapat dorongan untuk berobat dan
mengambil sebab, dan bahwasannya yang demikian
itu termasuk dari taqdir Allah. Bahkan ia termasuk
menuntut taqdir-Nya jika ia berkeyakinan ia akan
sembuh dengan seizin-Nya. Yaitu seperti menolak
rasa lapar dengan makan dan haus dengan
minum.” (Minnatul Mun’im syarh Shahih Muslim, 3:
457)
Sesungguhnya Allah Ta’ala telah menyediakan obat
yang lebih baik dari itu. Semua orang dapat
memperolehnya jika ia yakin dengan sepenuhnya.
Inilah yang disebut dengan “berobat dengan wahyu.”
Allah lah yang telah menciptakan penyakit, maka
tentu Dia lebih tahu apa penawar dan obatnya. Oleh
karena ada dua jenis penyakit, maka berikut adalah
masing-masing obat yang ditawarkan syariat, tentu
secara ringkas.
Al ‘Allamah Ibnu Qayyimil Jauziyyah rahimahullah
berkata, “Siapa yang tidak dapat disembuhkan oleh
Al Quran, berarti Allah tidak memberikan
kesembuhan kepadanya. Dan siapa yang tidak
dicukupkan oleh Al Quran, Allah tidak akan
memberikan kecukupan kepadanya.” (Zaadul Ma’ad fi
Hady Khairil ‘Ibad)
Pertama , obat hati. Sebagaimana yang telah
diterangkan di atas bahwa penyakit hati haruslah
lebih utama untuk diperhatikan dan ditangani secara
serius karena jika tidak ia akan berakibat kebinasaan
abadi, di dunia maupun di akhirat. Maka obat untuk
penyakit yang satu ini hanya didapat di dalam Al
Quran Al Karim dan hadits-hadits yang sah dari Nabi
ﷺ .

Allah Ta’ala berfirman,
ﻭَ ﻧُﻨَﺰِّﻝُ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻘُﺮْﺁﻥِ ﻣَﺎ ﻫُﻮَ ﺷِﻔَﺎﺀٌ ﻭَ ﺭَﺣْﻤَﺔٌ ﻟِﻠْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴْﻦَ
“Dan Kami turunkan dari Al Quran (sesuatu) yang
menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang
beriman.” (QS Al Isra’: 82)
Juga firman-Nya, “ Katakanlah, Al Quran adalah
petunjuk dan penawar bagi orang-orang mukmin .” [QS
Fushshilat: 44]
Imam Abul Fida’ Ibnu Katsir rahimahullah berkata
ketika menafsirkan ayat ﺷِﻔَﺎﺀٌ ﻭَ ﺭَﺣْﻤَﺔٌ ﻟِﻠْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴْﻦَ , “Artinya
menghilangkan apa yang ada di dalam hati dari
penyakit-penyakit berupa keraguan, kemunafikan,
kesyirikan, keberpalingan, dan kecondongan (kepada
kebatilan). Maka Al Quran dapat menyembuhkan dari
semua (penyakit) itu.” (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 9:
70)

Syaikh ‘Abdurrahman As Sa’di rahimahullah berkata,
“Obat penawar yang dikandung Al Quran itu umum
untuk penawar hati berupa syubhat, kebodohan,
pemikiran rusak, penyelewengan yang rusak, dan
tujuan-tujuan buruk.” (Taisirul Karimirrahman)
Kesembuhan hati dari penyakit-penyakit ini ditandai
dengan hilangnya penyelewengan dan kerusakan
yang ditimbulkan penyakit tersebut. Dan Al Quran
yang Allah turunkan ini dapat menghilangkan
kebodohan, keraguan, kesesatan, pemikiran nyeleneh,
dan penyakit-penyakit non fisik (abstrak) lainnya.
Maka siapa saja yang memiliki uneg-uneg buruk
dalam dirinya, akan segera dapat ia hilangkan
manakala ia mengambil obatnya dalam Al Quran dan
juga sunnah. “Yang demikian itu tidak untuk setiap
orang, namun hanya untuk orang-orang beriman
kepadanya, membenarkan ayat-ayatnya, dan yang
mengamalkannya.” (Taisirul Karimirrahman)
Adapun syahwat, maka janji (targhib) dan ancaman
(tarhib) di dalam Al Quran dan As Sunnah adalah
obatnya. Apabila ada seseorang yang hendak
condong kepada dunia, hendaknya ia memikirkan
kehidupan yang lebih baik di akhirat kelak. Rasulullah
ﷺ pernah bersabda,
ﻣَﻦْ ﺗَﺮَﻙَ ﺷَﻴْﺌًﺎ ﻟِﻠﻪِ ﻋَﻮَّﺿَﻪُ ﺍﻟﻠﻪُ ﺧَﻴْﺮًﺍ ﻣِﻨْﻪُ
“Siapa yang meninggalkan sesuatu (yang haram)
karena Allah, Allah akan menggantikannya dengan
yang lebih baik darinya .” (HR. Abu Nu’aim dalam Al
Hilyah dan Ibnu ‘Asakir dalam kitab tarikhnya dengan
lafazh “ ﻣﺎ ﺗﺮﻙ ﻋﺒﺪ ﺷﻴﺌﺎ ﻟﻠﻪ ﻻ ﻳﺘﺮﻛﻪ ﺇﻻ ﻟﻪ، ﺇﻻ ﻋﻮﺿﻪ ﺍﻟﻠﻪ ﻣﻨﻪ ﻣﺎ
ﻫﻮ ﺧﻴﺮ ﻟﻪ ﻓﻲ ﺩﻳﻨﻪ ﻭﺩﻧﻴﺎﻩ ”. Dalam musnad Imam Ahmad
dengan lafazh “ ﺇِﻧَّﻚَ ﻟَﻦْ ﺗَﺪَﻉَ ﺷَﻴْﺌﺎً ﻟِﻠَّﻪِ ﻋَﺰَّ ﻭَﺟَﻞَّ ﺇِﻻَّ ﺑَﺪَّﻟَﻚَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺑِﻪِ ﻣَﺎ
ﻫُﻮَ ﺧَﻴْﺮٌ ﻟَﻚَ ﻣِﻨْﻪُ ”)
Rasulullah ﷺ sendiri apabila ditakjubkan oleh
kesenangan dunia, segera berdoa,
ﻟَﺒَّﻴْﻚَ، ﺇِﻥَّ ﺍﻟْﻌَﻴْﺶَ ﻋَﻴْﺶُ ﺍﻟْﺄﺧِﺮَﺓِ
“Aku memenuhi panggilan-Mu ya Allah, sesungguhnya
kehidupan (hakiki) adalah kehidupan di akhirat.” (HR.
Ibnu Abi Syaibah)
Tentu hadits ini tidak cukup hanya dibaca, namun
juga harus dicontoh dan dipraktekkan. Jika Rasulullah
yang jelas-jelas dijamin masuk surga saja masih
khawatir terjerumus ke dalam kenikmatan semu dan
menghibur diri dengan kenikmatan akhirat,
bagaimana pula dengan kita yang belum ada yang
menjaminnya, tentu lebih ditekankan lagi.
Kedua , yaitu obat penyakit kongkrit (hissi). Untuk
obat penyakit yang menyerang fisik, syariat telah
menyediakan dua cara pengobatan yang boleh
digabungkan sekaligus, yaitu pengobatan yang
bersifat abstrak ruhani dan pengobatan dengan
materi-materi tertentu.
Pengobatan pertama adalah dengan membacakan Al
Quran dan doa yang ma’tsur kepada si sakit atau
yang lebih dikenal dengan ruqyah. Yang dimaksud
ruqyah di sini tidak hanya sebatas ruqyah untuk orang
yang terkena sihir dan guna-guna, akan tetapi untuk
setiap penyakit. Pengobatan macam ini boleh jadi
lebih manjur dan cepat reaksinya.

Ketika Rasulullah ﷺ mendapati ‘Ali bin Abu Thalib
radhiyallahu ‘anhu saat perang Khaibar dalam
keadaan sakit matanya, beliau pun meludahi kedua
mata ‘Ali dan mendoakan kesembuhan untuknya,
maka seketika itu pula sembuh seakan-akan tidak
ada sakit sebelumnya. [HR Al Bukhari]
Hal yang sama juga dialami oleh sekelompok
shahabat radhiyallahu ‘anhum ajma’in yang ada salah
satu di antara mereka yang meruqyah dengan
membacakan surat Al Fatihah kepada penghulu suatu
kampung yang tersengat kala jengking, setelah
dibacakan surat Al Fatihah, seketika itu juga sembuh.
Berita itu pun akhirnya diceritakan kepada Rasulullah
ﷺ , lalu beliau berkomentar, “Apa yang membuatmu
tahu bahwa Al Fatihah adalah ruqyah? ” (HR. Bukhari)
Yang menarik di sini adalah pengalaman dan
pengakuan Ibnul Qayyim dalam kedua bukunya,
Zadul Ma’ad (4: 178) dan Ad Da’ wad Dawa’ (hal.
23), “Suatu ketika aku pernah jatuh sakit namun aku
tidak menemui dokter atau obat penyembuh. Lantas
aku berusaha mengobati diriku dengan surat Al
Fatihah, aku pun melihat pengaruh yang sangat
menakjubkan. Aku mengambil segelas air zamzam
dan membacakannya surat Al Fatihah berulang kali,
lalu aku meminumnya sehingga aku mendapatkan
kesembuhan total. Selanjutnya aku bersandar dengan
cara seperti itu dalam mengobati berbagai penyakit
dan aku mendapatkan manfaat besar. Kemudian aku
beritahukan orang banyak yang mengeluhkan suatu
penyakit dan banyak dari mereka yang sembuh
dengan cepat.”
Contoh meruqyah dengan dzikir yang diajarkan
Rasulullah ﷺ :
ﺑِﺴْﻢِ ﺍﻟﻠﻪِ ﺗُﺮْﺑَﺔُ ﺃَﺭْﺿِﻨَﺎ، ﺑِﺮِﻳْﻘَﺔِ ﺑَﻌْﻀِﻨَﺎ، ﻳُﺸْﻔَﻰ ﺳَﻘِﻴْﻤُﻨَﺎ ﺑِﺈِﺫْﻥِ ﺭَﺑِّﻨَﺎ
“Dengan menyebut asma Allah, tanah bumi ini dengan
air ludah sebagian di antara kami dapat
menyembuhkan penyakit di antara kami dengan
seizing Robb kami.” (HR. Bukhari).

Doa tersebut
dibaca Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam jika ada
seseorang yang mengeluhkan sakit atau luka pada
tubuhnya, beliau pun mengisyaratkan jarinya ke tanah,
sebagaimana keterangan Sufyan, kemudian beliau
mengangkatnya kembali lalu diusapkan ke tempat
yang sakit.

Pengobatan kedua dengan memanfaatkan berbagai
materi tertentu yang disebutkan oleh syariat. Di
antaranya adalah berobat dengan jinten hitam atau
habbatu sauda’. Rasulullah ﷺ bersabda,
“Sesungguhnya di dalam habbatu sauda’ terdapat
obat untuk semua penyakit kecuali kematian .” (HR.
Bukhari dan Muslim). Begitu juga dengan madu,
sebagaimana firman Allah Jalla wa ‘Ala, “ Dari perut
lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-
macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang
menyembuhkan bagi manusia. ” (QS. An Nahl: 69)
Selain itu, ada pula pengobatan dengan cara
mengeluarkan darah kotor dengan alat tertentu
semacam tanduk atau alat yang modern lagi yang
biasa dikenal dengan bekam (hijamah). Rasulullah
ﷺ pernah bersabda, “ Sesungguhnya sebaik-baik apa
yang kalian perbuat untuk mengobati penyakit adalah
dengan berbekam .” (HR Ahmad, Abu Dawud, Ibnu
Majah, dan lainnya)

Dan masih banyak lagi obat-obat yang datang dari
syariat yang tentu tidak diragukan lagi kebenaran dan
khasiatnya. Untuk lebih luas pengetahuan tentang
pengobatan macam ini, Ibnul Qayyim rahimahullah
telah mengumpulkan pengobatan-pengobatan ini
dalam satu kitab yang bertajuk Ath Thibb An Nabawi
yang berarti pengobatan ala Nabi, buku ini adalah
bagian dari kitab Zaadul Ma’ad karya beliau (ed).
Allahu a’lam .
Semoga shalawat beserta salam tetap tercurah
kepada Muhammad, keluarga, shahabat, serta orang-
orang yang mengikuti mereka dengan baik.

Penulis: Firman Hidayat
Editor: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Muslim.Or.Id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar