soewarsomandalaputra

Senin, 28 Maret 2016

Kalender jawa

Kalender Jawa
Kalender Jawa atau Penanggalan Jawa adalah sistem
penanggalan yang digunakan oleh Kesultanan Mataram dan
berbagai kerajaan pecahannya dan yang mendapat
pengaruhnya. Penanggalan ini memiliki keistimewaan karena
memadukan sistem penanggalan Islam , sistem
Penanggalan Hindu, dan sedikit penanggalan Julian yang
merupakan bagian budaya Barat.
Sistem kalender Jawa memakai dua siklus hari: siklus
mingguan yang terdiri dari tujuh hari (Ahad sampai Sabtu)
dan siklus pekan pancawara yang terdiri dari lima hari
pasaran . Pada tahun 1625 Masehi (1547 Saka ), Sultan
Agung dari Mataram berusaha keras menanamkan agama
Islam di Jawa. Salah satu upayanya adalah mengeluarkan
dekrit yang mengganti penanggalan Saka yang berbasis
perputaran matahari dengan sistem kalender kamariah atau
lunar (berbasis perputaran bulan). Uniknya, angka tahun
Saka tetap dipakai dan diteruskan, tidak menggunakan
perhitungan dari tahun Hijriyah (saat itu 1035 H). Hal ini
dilakukan demi asas kesinambungan, sehingga tahun saat
itu yang adalah tahun 1547 Saka diteruskan menjadi tahun
1547 Jawa.
Dekrit Sultan Agung berlaku di seluruh wilayah Kesultanan
Mataram: seluruh pulau Jawa dan Madura kecuali Banten ,
Batavia dan Banyuwangi (=Balambangan). Ketiga daerah
terakhir ini tidak termasuk wilayah kekuasaan Sultan Agung.
Pulau Bali dan Palembang yang mendapatkan pengaruh
budaya Jawa, juga tidak ikut mengambil alih kalender
karangan Sultan Agung ini.
Daftar bulan Jawa Islam
Di bawah ini disajikan nama-nama bulan Jawa Islam.
Sebagian nama bulan diambil dari Kalender Hijriyah , dengan
nama-nama Arab, namun beberapa di antaranya
menggunakan nama dalam bahasa Sanskerta seperti Pasa,
Sela dan kemungkinan juga Sura. Sedangkan nama Apit dan
Besar berasal dari bahasa Jawa dan bahasa Melayu . Nama-
nama ini adalah nama bulan kamariah atau candra (lunar).
Penamaan bulan sebagian berkaitan dengan hari-hari besar
yang ada dalam bulan hijriah, misalnya Pasa berkaitan
dengan puasa Ramadhan, Mulud berkaitan dengan Maulid
Nabi pada bulan Rabi'ul Awal, dan Ruwah berkaitan dengan
Nisfu Sya'ban di mana dianggap amalan dari ruh selama
setahun dicatat.
No Penanggalan Jawa Lama Hari
1 Sura 30
2 Sapar 29
3 Mulud 30
4 Bakda Mulud 29
5 Jumadilawal 30
6 Jumadilakir 29
7 Rejeb 30
8 Ruwah (Arwah, Saban) 29
9 Pasa (Puwasa, Siyam, Ramelan) 30
10 Sawal 29
11 Sela ( Dulkangidah, Apit) * 30
12 Besar (Dulkahijjah) 29/(30)
Total 354/(355)
Nama-nama bulan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Warana • Sura, artinya rijal
2. Wadana • Sapar, artinya wiwit
3. Wijangga • Mulud, artinya kanda
4. Wiyana • Bakda Mulud, artinya ambuka
5. Widada •Jumadi Awal, artinya wiwara
6. Widarpa • Jumadi Akhir, artinya rahsa
7. Wilapa • Rejep, artiya purwa
8. Wahana • Ruwah, artinya dumadi
9. Wanana • Pasa, artinya madya
10. Wurana • Sawal, artinya wujud
11. Wujana • Sela, artinya wusana
12. Wujala • Besar, artinya kosong
Keterangan
Nama alternatif bulan Dulkangidah adalah Sela atau Apit.
Nama-nama ini merupakan peninggalan nama-nama Jawa
Kuno untuk nama musim ke-11 yang disebut sebagai Hapit
Lemah . Sela berarti batu yang berhubungan dengan lemah
yang artinya adalah “tanah”. Lihat juga di bawah ini.
Daftar bulan Jawa matahari
Pada tahun 1856 Masehi, karena penanggalan kamariah
dianggap tidak memadai sebagai patokan para petani yang
bercocok tanam, maka bulan-bulan musim atau bulan-bulan
surya yang disebut sebagai pranata mangsa , dikodifikasikan
oleh Sunan Pakubuwana VII[1] atau penggunaannya
ditetapkan secara resmi. Sebenarnya pranata mangsa ini
adalah pembagian bulan yang sudah digunakan pada zaman
pra-Islam, hanya saja disesuaikan dengan penanggalan
tarikh kalender Gregorian yang juga merupakan kalender
surya, dan meninggalkan tarikh Hindu; akibatnya umur
setiap mangsa berbeda-beda.
No Penanggalan Jawa Awal Akhir
1 Kasa 23 Juni 2 Agustus
2 Karo 3 Agustus 25 Agustus
3 Katiga (Katelu) 26 Agustus 18 September
4 Kapat 19 September 13 Oktober
5 Kalima 14 Oktober 9 November
6 Kanem 10 November 22 Desember
7 Kapitu 23 Desember 3 Februari
8 Kawolu 4 Februari 1 Maret
9 Kasanga 2 Maret 26 Maret
10 Kadasa 27 Maret 19 April
11 Dhesta* 20 April 12 Mei
12 Sadha* 13 Mei 22 Juni
Keterangan
Dalam bahasa Jawa Kuna mangsa kesebelas disebut
hapit lemah sedangkan mangsa keduabelas disebut sebagai
hapit kayu . Lalu nama dhesta diambil dari nama bulan ke-11
penanggalan Hindu dari bahasa Sanskerta jyes.t.ha dan
nama sadha diambil dari kata âs.âd.ha yang merupakan
bulan keduabelas.
Siklus windu
Oleh orang Jawa tahun-tahun digabung menjadi satu, yang
terdiri dari delapan tahun Jawa. Setiap satuan ini terdiri atas
8 tahun Jawa dan disebut windu . Windu sendiri bergulir
empat putaran (32 tahun Jawa) : Adi, Kuntara, Sangara, dan
Sancaya. Di bawah disajikan nama-nama tahun dalam satu
windu: [2]
# Nama Nama suro Hari
1 Alip Selasa Pon 354
2 Ehe Sabtu Pahing 355
3 Jimawal Kamis Pahing 354
4 Je Senin Legi 354
5 Dal Jumat Kliwon 355
6 Be Rabu Kliwon 354
7 Wawu Ahad Wage 354
8 Jimakir Kamis Pon 355
Total 2835
Jumlah 2835 hari genap dibagi 35 /selapan (hari pasaran)
Nama-nama tahun tersebut adalah sebagai berikut :
1. Purwana • Alip, artinya ada-ada (mulai berniat)
2. Karyana • Ehe, artinya tumandang (melakukan)
3. Anama • Jemawal, artinya gawe (pekerjaan)
4. Lalana • Je, artinya lelakon (proses, nasib)
5. Ngawana • Dal, artinya urip (hidup)
6. Pawaka • Be, artinya bola-bali (selalu kembali)
7. Wasana • Wawu, artinya marang (kearah)
8. Swasana • Jimakir, artinya suwung (kosong)
Pembagian pekan
Simbol siklus pasaran dalam kalender jawa
Orang Jawa pada masa pra Islam mengenal pekan yang
lamanya tidak hanya tujuh hari saja, namun dari 2 sampai
10 hari. Pekan-pekan ini disebut dengan nama-nama
dwiwara, triwara , caturwara, pañcawara (pancawara ),
sadwara , saptawara, astawara dan sangawara . Zaman
sekarang hanya pekan yang terdiri atas lima hari dan tujuh
hari saja yang dipakai, namun di pulau Bali dan di Tengger ,
pekan-pekan yang lain ini masih dipakai.
Pekan yang terdiri atas tujuh hari dihubungkan dengan
sistem bulan-bumi. Gerakan (solah) dari bulan terhadap
bumi berikut adalah nama dari ke tujuh nama hari tersebut :
1. Radite • Minggu, melambangkan meneng (diam)
2. Soma • Senen, melambangkan maju
3. Hanggara • Selasa, melambangkan mundur
4. Budha • Rabu, melambangkan mangiwa (bergerak ke
kiri)
5. Respati • Kamis, melambangkan manengen (bergerak ke
kanan)
6. Sukra • Jumat, melambangkan munggah (naik ke atas)
7. Tumpak • Sabtu, melambangkan temurun (bergerak
turun)
Pekan yang terdiri atas lima hari ini disebut sebagai pasar
oleh orang Jawa dan terdiri dari hari-hari:
1. Legi
2. Pahing
3. Pon
4. Wage
5. Kliwon
Hari-hari pasaran merupakan posisi sikap (patrap) dari bulan
sebagai berikut :
1. Kliwon • Asih, melambangkan jumeneng (berdiri)
2. Legi • Manis, melambangkan mungkur (berbalik arah
kebelakang)
3. Pahing • Pahit, melambangkan madep (menghadap)
4. Pon • Petak, melambangkan sare (tidur)
5. Wage • Cemeng, melambangkan lenggah (duduk)
Kemudian sebuah pekan yang terdiri atas tujuh hari ini, yaitu
yang juga dikenal di budaya-budaya lainnya, memiliki
sebuah siklus yang terdiri atas 30 pekan. Setiap pekan
disebut satu wuku dan setelah 30 wuku maka muncul siklus
baru lagi. Siklus ini yang secara total berjumlah 210 hari
adalah semua kemungkinannya hari dari pekan yang terdiri
atas 7, 6 dan 5 hari berpapasan.
Penampakan bulan dalam penanggalan jawa :
1. Tanggal 1 bulan Jawa, bulan kelihatan sangat kecil-
hanya seperti garis, ini dimaknakan dengan seorang bayi
yang baru lahir, yang lama-kelamaan menjadi lebih besar
dan lebih terang.
2. Tanggal 14 bulan Jawa dinamakan purnama sidhi, bulan
penuh melambangkan dewasa yang telah bersuami istri.
3. Tanggal 15 bulan Jawa dinamakan purnama, bulan
masih penuh tapi sudah ada tanda ukuran dan cahayanya
sedikit berkurang.
4. Tanggal 20 bulan Jawa dinamakan panglong, orang
sudah mulai kehilangan daya ingatannya.
5. Tanggal 25 bulan Jawa dinamakan sumurup, orang
sudah mulai diurus hidupnya oleh orang lain kembali seperti
bayi layaknya.
6. Tanggal 26 bulan Jawa dinamakan manjing, di mana
hidup manusia kembali ketempat asalnya menjadi rijal lagi.
7. Sisa hari sebanyak empat atau lima hari melambangkan
saat di mana rijal akan mulai dilahirkan kembali
kekehidupan dunia yang baru.
Referensi
Pigeaud, Th., 1938 , Javaans-Nederlands Woordenboek .
Groningen- Batavia : J.B. Wolters
Ricklefs, M.C., 1978 , Modern Javanese historical tradition:
a study of an original Kartasura chronicle and related
materials. London: School of Oriental and African Studies,
University of London

Tidak ada komentar:

Posting Komentar