Jauhilah Sikap Sombong
Salah satu tujuan diutusnya Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam adalah untuk memperbaiki akhlak
manusia. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﺑُﻌِﺜْﺖُ ﻟِﺄُﺗَﻤِّﻢَ ﺻَﺎﻟِﺢَ ﺍﻟْﺄَﺧْﻠَﺎﻕِ
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan
akhlaq yang baik.” (HR. Ahmad 2/381. Syaikh Syu’aib
Al Arnauth menyatakan bahwa hadits ini shahih)
Islam adalah agama yang mengajarkan akhlak yang
luhur dan mulia. Oleh karena itu, banyak dalil al Quran
dan as Sunnah yang memerintahkan kita untuk memiliki
akhlak yang mulia dan menjauhi akhlak yang tercela.
Demikian pula banyak dalil yang menunjukkan pujian
bagi pemilik akhlak baik dan celaan bagi pemilik akhlak
yang buruk. Salah satu akhlak buruk yang harus
dihindari oleh setiap muslim adalah sikap sombong .
Sikap sombong adalah memandang dirinya berada di
atas kebenaran dan merasa lebih di atas orang lain.
Orang yang sombong merasa dirinya sempurna dan
memandang dirinya berada di atas orang lain.
(Bahjatun Nadzirin, I/664, Syaikh Salim al Hilali, cet.
Daar Ibnu Jauzi)
Islam Melarang dan Mencela Sikap Sombong
Allah Ta’ala berfirman,
ﻭَﻻَ ﺗُﺼَﻌِّﺮْ ﺧَﺪَّﻙَ ﻟِﻠﻨَّﺎﺱِ ﻭَﻻَ ﺗَﻤْﺶِ ﻓِﻲ ﺍﻟﻸَﺭْﺽِ ﻣَﺮَﺣﺎً ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠﻪَ ﻻَ
ﻳُﺤِﺐُّ ﻛُﻞَّ ﻣُﺨْﺘَﺎﻝٍ ﻓَﺠُﻮْﺭٍ {18}
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari
manusia (karena sombong) dan janganlah kamu
berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi
membanggakan diri. ” (QS. Luqman:18)
Allah Ta’ala berfirman,
ﺇِﻧَّﻪُ ﻟَﺎ ﻳُﺤِﺐُّ ﺍﻟْﻤُﺴْﺘَﻜْﺒِﺮِﻳﻦَ
“Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang
menyombongkan diri .” (QS. An Nahl: 23)
Haritsah bin Wahb Al Khuzai’i berkata bahwa ia
mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
ﺃَﻟَﺎ ﺃُﺧْﺒِﺮُﻛُﻢْ ﺑِﺄَﻫْﻞِ ﺍﻟﻨَّﺎﺭِ ﻗَﺎﻟُﻮﺍ ﺑَﻠَﻰ ﻗَﺎﻝَ ﻛُﻞُّ ﻋُﺘُﻞٍّ ﺟَﻮَّﺍﻅٍ ﻣُﺴْﺘَﻜْﺒِﺮٍ
“Maukah kamu aku beritahu tentang penduduk neraka?
Mereka semua adalah orang-orang keras lagi kasar,
tamak lagi rakus, dan takabbur(sombong) .“ (HR.
Bukhari no. 4918 dan Muslim no. 2853).
Dosa Pertama Iblis
Sebagian salaf menjelaskan bahwa dosa pertama kali
yang muncul kepada Allah adalah kesombongan. Allah
Ta’ala berfirman,
ﻭَﺇِﺫْ ﻗُﻠْﻨَﺎ ﻟِﻠْﻤَﻼَﺋِﻜَﺔِ ﺍﺳْﺠُﺪُﻭﺍ ﻷَﺩَﻡَ ﻓَﺴَﺠَﺪُﻭﺍ ﺇِﻻَّ ﺇِﺑْﻠِﻴﺲَ ﺃَﺑَﻰ ﻭَﺍﺳْﺘَﻜْﺒَﺮَ
ﻭَﻛَﺎﻥَ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻜَﺎﻓِﺮِﻳﻦَ {34}
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para
malaikat: “Sujudlah kalian kepada Adam,” maka
sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur
(sombong) dan ia termasuk golongan orang-orang yang
kafir“ (QS. Al Baqarah:34)
Qotadah berkata tentang ayat ini, “Iblis hasad kepada
Adam ‘alaihis salaam dengan kemuliaan yang Allah
berikan kepada Adam. Iblis mengatakan, “Saya
diciptakan dari api sementara Adam diciptakan dari
tanah”. Kesombongan inilah dosa yang pertama kali
terjadi . Iblis sombong dengan tidak mau sujud kepada
Adam” (Tafsir Ibnu Katsir, 1/114, cet al Maktabah at
Tauqifiyah)
Hakekat Kesombongan
Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu
‘anhu dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam , beliau
bersabda,
ﻟَﺎ ﻳَﺪْﺧُﻞُ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔَ ﻣَﻦْ ﻛَﺎﻥَ ﻓِﻲ ﻗَﻠْﺒِﻪِ ﻣِﺜْﻘَﺎﻝُ ﺫَﺭَّﺓٍ ﻣِﻦْ ﻛِﺒْﺮٍ ﻗَﺎﻝَ ﺭَﺟُﻞٌ ﺇِﻥَّ
ﺍﻟﺮَّﺟُﻞَ ﻳُﺤِﺐُّ ﺃَﻥْ ﻳَﻜُﻮﻥَ ﺛَﻮْﺑُﻪُ ﺣَﺴَﻨًﺎ ﻭَﻧَﻌْﻠُﻪُ ﺣَﺴَﻨَﺔً ﻗَﺎﻝَ ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﺟَﻤِﻴﻞٌ
ﻳُﺤِﺐُّ ﺍﻟْﺠَﻤَﺎﻝَ ﺍﻟْﻜِﺒْﺮُ ﺑَﻄَﺮُ ﺍﻟْﺤَﻖِّ ﻭَﻏَﻤْﻂُ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ
“Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam
hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi.” Ada
seseorang yang bertanya, “Bagaimana dengan seorang
yang suka memakai baju dan sandal yang bagus? ”
Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah itu indah dan
menyukai keindahan. Sombong adalah menolak
kebenaran dan meremehkan orang lain. “ (HR. Muslim
no. 91)
An Nawawi rahimahullah berkata, “Hadist ini berisi
larangan dari sifat sombong yaitu menyombongkan diri
kepada manusia, merendahkan mereka, serta menolak
kebenaran” (Syarah Shahih Muslim Imam Nawawi,
II/163, cet. Daar Ibnu Haitsam)
Kesombongan ada dua macam, yaitu sombong terhadap
al haq dan sombong terhadap makhluk. Hal ini
diterangkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
pada hadist di atas dalam sabda beliau, “ sombong
adalah menolak kebenaran dan suka meremehkan
orang lain”. Menolak kebenaran adalah dengan
menolak dan berpaling darinya serta tidak mau
menerimanya. Sedangkan meremehkan manusia yakni
merendahkan dan meremehkan orang lain, memandang
orang lain tidak ada apa-apanya dan melihat dirinya
lebih dibandingkan orang lain. ( Syarh Riyadus
Shaalihin , II/301, Syaikh Muhammad bin Shalih al
‘Utsaimin, cet Daar Ibnu Haitsam)
Sombong Terhadap al Haq (Kebenaran)
Sombong terhadap al haq adalah sombong terhadap
kebenaran, yakni dengan tidak menerimanya. Setiap
orang yang menolak kebenaran maka dia telah
sombong disebabkan penolakannya tersebut. Oleh
karena itu wajib bagi setiap hamba untuk menerima
kebenaran yang ada dalam Kitabullah dan ajaran para
rasul ‘alaihimus salaam .
Orang yang sombong terhadap ajaran rasul secara
keseluruhan maka dia telah kafir dan akan kekal di
neraka. Ketika datang kebenaran yang dibawa oleh
rasul dan dikuatkan dengan ayat dan burhan, dia
bersikap sombong dan hatinya menentang sehingga dia
menolak kebenaran tersebut. Hal ini seperti yang Allah
terangkan dalam firman-Nya,
ﺇِﻥَّ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻳُﺠَﺎﺩِﻟُﻮﻥَ ﻓِﻲ ﺀَﺍﻳَﺎﺕِ ﺍﻟﻠﻪِ ﺑِﻐَﻴْﺮِ ﺳًﻠْﻄَﺎﻥٍ ﺃَﺗَﺎﻫُﻢْ ﺇِﻥ ﻓِﻲ
ﺻُﺪُﻭﺭِﻫِﻢْ ﺇِﻻَّ ﻛِﺒْﺮٌ ﻣَّﺎﻫُﻢ ﺑِﺒَﺎﻟِﻐِﻴﻪِ ﻓَﺎﺳْﺘَﻌِﺬْ ﺑِﺎﻟﻠﻪِ ﺇِﻧَّﻪُ ﻫُﻮَ ﺍﻟﺴَّﻤِﻴﻊُ
ﺍﻟْﺒَﺼِﻴﺮُ {56}
“Sesungguhnya orang-orang yang memperdebatkan
tentang ayat-ayat Allah tanpa lasan yang sampai pada
mereka tidak ada dalam dada mereka melainkan
hanyalah (keinginan akan) kesombongan yang mereka
sekali-klai tiada akan mencapainya, maka mintalah
perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia Maha
Mnedengar lagi Maha Melihat” (QS. Ghafir:56)
Adapun orang yang sombong dengan menolak sebagian
al haq yang tidak sesuai dengan hawa nafsu dan
akalnya –tidak termasuk kekafiran- maka dia berhak
mendapat hukuman (adzab) karena sifat sombongnya
tersebut.
Maka wajib bagi para penuntut ilmu untuk memiliki
tekad yang kuat mendahulukan perkataan Rasul
shalallahu ‘alaihi wa sallam di atas perkataan siapa
pun. Karena pokok kebenaran adalah kembali
kepadanya dan pondasi kebenaran dibangun di atasnya,
yakni dengan petunjuk Nabi shalallahu ‘alaihi wa
sallam . Kita berusaha untuk mengetahui maksudnya,
dan mengikutinya secara lahir dan batin. (Lihat Bahjatu
Qulubil Abrar, hal 194-195, Syaikh Nashir as Sa’di, cet
Daarul Kutub ‘Ilmiyah)
Sikap seorang muslim terhadap setiap kebenaran
adalah menerimanya secara penuh sebagaimana firman
Allah ‘Azza wa Jalla ,
ﻭَﻣَﺎﻛَﺎﻥَ ﻟِﻤُﺆْﻣِﻦٍ ﻭَﻻَﻣُﺆْﻣِﻨَﺔٍ ﺇِﺫَﺍ ﻗَﻀَﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻭَﺭَﺳُﻮﻟَﻪُ ﺃَﻣْﺮًﺍ ﺃَﻥ ﻳَﻜُﻮﻥَ
ﻟَﻬُﻢُ ﺍﻟْﺨِﻴَﺮَﺓَ ﻣِﻦْ ﺃَﻣْﺮِﻫِﻢْ ﻭَﻣَﻦ ﻳَﻌْﺺِ ﺍﻟﻠﻪَ ﻭَﺭَﺳُﻮﻟَﻪُ ﻓَﻘَﺪْ ﺿَﻞَّ ﺿَﻼَﻻً
ﻣُّﺒِﻴﻨًﺎ {36}
“Dan tidaklah patut bagi mukmin laki-laki dan mukmin
perempuan, apabila Allah dan Rasul-Nya telah
menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka
pilihan (yang lain) tentang urusan mereka .” (QS. Al-
Ahzab: 36)
ﻓَﻼَ ﻭَﺭَﺑِّﻚَ ﻻَﻳُﺆْﻣِﻨُﻮﻥَ ﺣَﺘَّﻰ ﻳُﺤَﻜِّﻤُﻮﻙَ ﻓِﻴﻤَﺎ ﺷَﺠَﺮَ ﺑَﻴْﻨَﻬُﻢْ ﺛُﻢَّ ﻻَ ﻳَﺠِﺪُﻭﺍْ
ﻓِﻲ ﺃَﻧﻔُﺴِﻬِﻢْ ﺣَﺮَﺟًﺎ ﻣِّﻤَّﺎ ﻗَﻀَﻴْﺖَ ﻭَﻳُﺴَﻠِّﻤُﻮﺍ ﺗَﺴْﻠِﻴﻤًﺎ {65}
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak
beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim
terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian
mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu
keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan
mereka menerima dengan sepenuhnya” (QS. An Nisaa’:
65)
Sombong Terhadap Makhluk
Bentuk kesombongan yang kedua adalah sombong
terhadap makhluk, yakni dengan meremehkan dan
merendahkannya. Hal ini muncul karena seseorang
bangga dengan dirinya sendiri dan menganggap dirinya
lebih mulia dari orang lain. Kebanggaaan terhadap diri
sendiri membawanya sombong terhadap orang lain,
meremehkan dan menghina mereka, serta merendahkan
mereka baik dengan perbuatan maupun perkataan.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ﺑِﺤَﺴْﺐِ ﺍﻣْﺮِﺉٍ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺸَّﺮِّ ﺃَﻥْ ﻳَﺤْﻘِﺮَ ﺃَﺧَﺎﻩُ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻢَ
“Cukuplah seseorang dikatakan berbuat jahat jika ia
menghina saudaranya sesama muslim ” (H.R. Muslim
2564). ( Bahjatu Qulubill Abrar , hal 195)
Di antara bentuk kesombongan terhadap manusia di
antaranya adalah sombong dengan pangkat dan
kedudukannya, sombong dengan harta, sombong
dengan kekuatan dan kesehatan, sombong dengan ilmu
dan kecerdasan, sombong dengan bentuk tubuh, dan
kelebihan-kelebihan lainnya. Dia merasa lebih
dibandingkan orang lain dengan kelebihan-kelebihan
tersebut. Padahal kalau kita renungkan, siapa yang
memberikan harta, kecerdasan, pangkat, kesehatan,
bentuk tubuh yang indah? Semua murni hanyalah
nikmat dari Allah Ta’ala . Jika Allah berkehendak,
sangat mudah bagi Allah untuk mencabut kelebihan-
kelebihan tersebut. Pada hakekatnya manusia tidak
memiliki apa-apa, lantas mengapa dia harus sombong
terhadap orang lain? Wallahul musta’an.
Hukuman Pelaku Sombong di Dunia
Dalam sebuah hadist yang shahih dikisahkan sebagai
berikut ,
ﺃَﻥَّ ﺭَﺟُﻼً ﺃَﻛَﻞَ ﻋِﻨْﺪَ ﺭَﺳُﻮﻝِ ﺍﻟﻠَّﻪِ - ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ﺑِﺸِﻤَﺎﻟِﻪِ
ﻓَﻘَﺎﻝَ « ﻛُﻞْ ﺑِﻴَﻤِﻴﻨِﻚَ » . ﻗَﺎﻝَ ﻻَ ﺃَﺳْﺘَﻄِﻴﻊُ ﻗَﺎﻝَ « ﻻَ ﺍﺳْﺘَﻄَﻌْﺖَ » . ﻣَﺎ
ﻣَﻨَﻌَﻪُ ﺇِﻻَّ ﺍﻟْﻜِﺒْﺮُ . ﻗَﺎﻝَ ﻓَﻤَﺎ ﺭَﻓَﻌَﻬَﺎ ﺇِﻟَﻰ ﻓِﻴﻪِ .
“A da seorang laki-laki makan di samping Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tangan kirinya.
Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Makanlah dengan tangan kananmu!” Orang tersebut
malah menjawab, “Aku tidak bisa.” Beliau bersabda,
“Apakah kamu tidak bisa?” -dia menolaknya karena
sombong-. Setelah itu tangannya tidak bisa sampai ke
mulutnya” (H.R. Muslim no. 3766).
Orang tersebut mendapat hukum di dunia disebabkan
perbuatannya menolak perintah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam . Dia dihukum karena
kesombongannya. Akhirnya dia tidak bisa mengangkat
tangan kanannya disebabkan sikap sombongnya
terhadap perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam . Inilah di antara bentuk hukuman di dunia bagi
orang yang sombong.
Mengganti Sikap Sombong dengan Tawadhu’
Kebalikan dari sikap sombong adalah sikap
tawadhu’ (rendah hati). Sikap inilah yang merupakan
sikap terpuji, yang merupakan salah satu sifat ‘ibaadur
Rahman yang Allah terangkan dalam firman-Nya,
ﻭَﻋِﺒَﺎﺩُ ﺍﻟﺮَّﺣْﻤَﻦِ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻳَﻤْﺸُﻮﻥَ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﺄَﺭْﺽِ ﻫَﻮْﻧًﺎ ﻭَﺇِﺫَﺍ ﺧَﺎﻃَﺒَﻬُﻢُ
ﺍﻟْﺠَﺎﻫِﻠُﻮﻥَ ﻗَﺎﻟُﻮﺍ ﺳَﻠَﺎﻣًﺎ
“Hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih adalah
orang-orang yang berjalan di atas muka bumi dengan
rendah hati (tawadhu’) dan apabila orang jahil menyapa
mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang
baik.” (QS. Al Furqaan: 63)
Diriwayatkan dari Iyadh bin Himar radhiyallahu ‘anhu
bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah
bersabda,
ﻭَﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﺃَﻭْﺣَﻰ ﺇِﻟَﻲَّ ﺃَﻥْ ﺗَﻮَﺍﺿَﻌُﻮﺍ ﺣَﺘَّﻰ ﻟَﺎ ﻳَﻔْﺨَﺮَ ﺃَﺣَﺪٌ ﻋَﻠَﻰ ﺃَﺣَﺪٍ ﻭَﻟَﺎ
ﻳَﺒْﻎِ ﺃَﺣَﺪٌ ﻋَﻠَﻰ ﺃَﺣَﺪٍ
‘Sesungguhnya Allah mewahyukan kepadaku agar
kalian bersikap rendah hati hingga tidak seorang pun
yang bangga atas yang lain dan tidak ada yang berbuat
aniaya terhadap yang lain” (HR Muslim no. 2865).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ﻣَﺎ ﻧَﻘَﺼَﺖْ ﺻَﺪَﻗَﺔٌ ﻣِﻦْ ﻣَﺎﻝٍ ﻭَﻣَﺎ ﺯَﺍﺩَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﺒْﺪًﺍ ﺑِﻌَﻔْﻮٍ ﺇِﻻَّ ﻋِﺰًّﺍ ﻭَﻣَﺎ
ﺗَﻮَﺍﺿَﻊَ ﺃَﺣَﺪٌ ﻟِﻠَّﻪِ ﺇِﻻَّ ﺭَﻓَﻌَﻪُ ﺍﻟﻠَّﻪُ .
“Sedekah itu tidak akan mengurangi harta. Tidak ada
orang yang memberi maaf kepada orang lain, melainkan
Allah akan menambah kemuliaan untuknya. Dan tidak
ada orang yang tawadhu’ (merendahkan diri) karena
Allah, melainkan Allah akan mengangkat
derajatnya . ” (HR. Muslim no. 2588)
Sikap tawadhu’ inilah yang akan mengangkat derajat
seorang hamba, sebagaimana Allah berfirman,
ﺩَﺭَﺟَﺎﺕٍ ﺍﻟْﻌِﻠْﻢَ ﺃُﻭﺗُﻮﺍ ﻭَﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻣِﻨﻜُﻢْ ﺁﻣَﻨُﻮﺍ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻳَﺮْﻓَﻊِ
“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang
beriman di antara kalian dan orang-orang yang berilmu
beberapa derajat “ (QS. Al Mujadilah: 11).
Termasuk buah dari lmu yang paling agung adalah
sikap tawadhu’. Tawadhu’ adalah ketundukan secara
total terhadap kebenaran, dan tunduk terhadap perintah
Allah dan rasul-Nya dengan melaksanakan perintah
dan menjauhi larangan disertai sikap tawdahu’
terhadap manusia dengan bersikap merenadahkan hati,
memperhatikan mereka baik yang tua maupun muda,
dan memuliakan mereka. Kebalikannya adalah sikap
sombong yaitu menolak kebenaran dan rendahkan
manusia. ( Bahjatu Qulubil Abrar, hal 110)
Tidak Termasuk Kesombongan
Tatkala Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
menceritakan bahwa orang yang memiliki sikap
sombong tidak akan masuk surga, ada sahabat yang
bertanya tentang orang yang suka memakai pakaian
dan sandal yang bagus. Dia khawatir hal itu termasuk
kesombongan yang diancam dalam hadits. Maka
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan
bahwasanya hal itu tidak termasuk kesombongan
selama orang tersebut tunduk kepada kebenaran dan
bersikap tawadhu’ kepada manusia. Bahkan hal itu
termasuk bentuk keindahan yang dicintai oleh Allah,
karena sesungguhnya Allah Maha Indah dalam dzat-
Nya, nama-nama dan sifat-sifat-Nya, serta perbuatan-
Nya. Allah mencintai keindahan lahir dan batin.(
Bahjatu Qulubil Abrar , hal 195)
Kesombongan yang Paling Buruk
Al Imam Adz Dzahabi rahimahullah berkata,
“Kesombongan yang paling buruk adalah orang yang
menyombongkan diri di hadapan manusia dengan
ilmunya , merasa dirinya besar dengan kemuliaan yang
dia miliki. Bagi orang tersebut tidak bermanfaat
ilmunya untuk dirinya. Barangsiapa yang menuntut
ilmu demi akhirat maka ilmunya itu akan menimbulkan
hati yang khusyuk serta jiwa yang tenang. Dia akan
terus mengawasi dirinya dan tidak bosan untuk terus
memperhatikannya, bahkan setiap saat dia selalu
introspeksi dan meluruskannya. Apabila dia lalai dari
hal itu, dia akan menyimpang dari jalan yang lurus dan
akan binasa. Barangsiapa yang menuntut ilmu untuk
membanggakan diri dan meraih kedudukan,
memandang remeh kaum muslimin yang lainnya serta
membodoh-bodohi dan merendahkan mereka, maka hal
ini merupakan kesombongan yang paling besar . Tidak
akan masuk surga orang yang di dalam hatinya
terdapat kesombongan walaupun hanya sebesar
dzarrah (biji sawi) . Laa haula wa laa quwwata illaa
billah.” (Al Kabaa’ir ma’a Syarh li Ibni al ‘Utsaimin hal.
75-76, cet. Daarul Kutub ‘Ilmiyah.)
Pembaca yang dirahmati oleh Allah, semoga Allah
Ta’ala menjauhkan kita dari sikap sombong. Hanya
kepada Allah lah kita memohon. Wa shalallahu ‘alaa
nabiyyinaa Muhammad.
Penulis: Abu ‘Athifah Adika Mianoki
Muroja’ah: M. A. Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id
Minggu, 25 Januari 2015
Jauhi sikap sombong
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar